Sabtu, 08 November 2014

Mengenal Aksara Siddhamātṛkā

Nenek  moyang bangsa Indonesia itu memang ‘gaul’ benar. Banyak temannya – baik yang dekat, maupun yang jauh. Teman bangsa Indonesia yang jaraknya jauh namun intensif komunikasinya adalah bangsa India. Salah satu peninggalannya adalah adanya prasasti-prasasti beraksara Siddhamātṛkā. Melalui penelitian-penelitian para arkeolog, kita dapat mengetahui tinggalan-tinggalannya di Nusantara. Namun, temuannya sangatlah terbatas. Walaupun di Indonesia aksara ini ‘membatu’, di bagian Bumi yang lain, aksara ini masih setia dipakai.


Apakah Siddhamātṛkā itu?
Siddhamātṛkā adalah sebuah sistem penulisan yang digunakan untuk menulis bahasa Sansekerta yang perkembangannya dilmulai sejak abad ke-6 Masehi. Aksara ini adalah cabang dari aksara Gupta[1]. Aksara Siddhamātṛkā memiliki beberapa penyebutan, seperti: Pranāgarī[2],Nāgarī Awal/Early Nāgarī[3], atau Siddham[4]. Nama Siddham, kemungkinan besar diturunkan dari kataSiddhaṁyaitu kata yang digunakan pada pembukaan teks yang berarti “sempurna[5].
Aksara Siddham merupakan sebuah abugida yang merupakan bentuk hibrida antara alfabet dan sistem tulisan berdasarkan suku kata. Setiap aksara atau huruf menyangga vokal a dan bisa diubah dengan membubuhi tanda diakritik (Jawa: sandhangan, Bali: pangangge swara). Kemudian setiap aksara bisa dihapus vokalnya dengan penghapus vokal (Jawa: paten, Bali: adegadeg).

Bentuk Aksara Siddhamātṛkā
Media penulisan aksara Siddhamātṛkā adalah batu, kertas, dan logam. Perbedaan media penulisan ini tentunya membuat bentuk yang khas. Tinggalan aksara ini di Indonesia adalah aksara yang dibuat di atas logam dan batu, sehingga bentuknya kaku. Berbeda dengan tinggalannya di Asia Timur yang media penulisannya lebih banyak ke kertas dengan bantuan alat tulisnya kuas atau stylus.  
Gambar 1. Aksara Vokal Siddham (sumber: omniglot.com)

Gambar 2. Aksara 'ka' yang Dibubuhi Diakritik (Sumber: omniglot.com)

Gambar 3. Konsonan Siddham (Sumber: omniglot.com)

Disebarkannya Siddhamātṛkā ke Berbagai Penjuru

Gambar 4. Persebaran Aksara India ke Berbagai Penjuru 
(Sumber:http://www.proel.org/index.php?pagina=alfabetos/siddham)
Asal aksara Siddham adalah India Utara, sehingga bentuknya sangat identik dengan aksara-aksara Assam, Bengala, dan Tibet. Namun pengaruh dan persebarannya dapat dilihat sampai negara Tiongkok, Jepang, Korea, Vietnam, dan Indonesia. De Casparis berpendapat bahwa Siddham merupakan asal muasal aksara Nagari. Namun, L.C. Damais kurang setuju karena dianggap tidak berkembang lagi di tempat asalnya, melainkan membeku sebagai tulisan liturgis agama Buddha di negeri-negeri yang disinggahinya.
Aksara Siddham disebarkan ke berbagai penjuru dunia oleh para peziarah yang berkunjung ke India utara dengan membawa stempel tanah liat. Stempel-stempel tanah liat dijual kepada para peziarah sebagai jimat atau oleh-oleh. Atau, para peziarah tersebut mempersembahkan stempel itu  bagi tempat-tempat suci[6]. Itulah kenapa banyak temuan stempel tanah liat di tempat-tempat suci Buddhis (candi Borobudur, stupa Pegulingan, Pejeng, candi Buddha Temukus, dll.). Di bagian dasar stempel biasanya dicetak mantra, gāthā, atau dhāraṇī.
Dewasa ini, Siddham masih dipakai di Jepang untuk berbagai kegiatan. Sebagian besar pemakaiannya adalah untuk menyalin sutra-sutra agama Buddha Esoterik (Mikkyou)[7]. Selain digunakan dalam penyalinan  sutra, aksara ini juga digunakan untuk menulis bījākṣara, pahatan-pahatan di patung, perlengkapan upacara, ornamen rajah, dan bahkan sering muncul di film animasi.  
Siddhamātṛkā dibawa ke Jepang pertama kali oleh Ono no Imoko (小野妹子) pada pada tahun 607 M dari Tiongkok. Salah satu manuskripnya yang terkenal adalah Prajñāpāramitā-Hṛdaya Sūtra yang sekarang disimpan di kuil Horyu di Nara. Pada perkembangan berikutnya, Siddhamātṛkā disebarkan secara lebih luas oleh Saichō (最澄) dan Kūkai (空海).  Kedua bhiksu ini belajar Buddhisme ke Tiongkok pada tahun 804 M. Saichō pulang pada tahun 805 M sedangkan Kūkai tahun 806 M [8].

Gambar 5. Sutra Hati dengan Aksara Siddham (Sumber: http://www.proel.org/index.php?pagina=alfabetos/siddham)

Gambar 6. Rajah Bijaksara Siddham




Gambar 7. Bijaksara 'hām' pada dasi dan emblem di Animasi "Blue Excorcist"

Siddhamātṛkā di Nusantara
Dibanding aksara Kawi, Siddhamātṛkā penampakannya lebih sedikit. Tinggalannya dapat ditemukan sebagian besar di situs-situs bernuansa Buddha yang berasal dari abad ke-8 sampai ke-10. Persebarannya ada di pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Di pulau Jawa, tinggalan-tinggalannya adalah prasasti Kelurak (782 M), Kalasan (778 M), Plaosan Lor (sekitar akhir abad ke-8 dan ke-9 M), dan Abhayagiriwihara (792 M), baik batu ataupun logam. Di pulau Bali sendiri, tinggalannya adalah prasasti Blanjong (914 M) dan stempel-stempel tanah liat dari Pejeng dan Candi Temukus (antara 800 M sampai 1000 M).
Keberadaan aksara Siddhamātṛkā yang terbatas ini benar-benar ‘membeku’ perkembangannya. Aksara ini tidak berkembang atau berevolusi di Nusantara seperti Pallawa menjadi Kawi. Namun, dengan asumsi stempel-stempel tanah liat dan cetakannya dibawa langsung dari India Utara, memperjelas hubungan Nusantara dengan India. Hal ini juga menggambarkan giatnya orang-orang pribumi yang menimba ilmu sampai ke India kemudian mengamalkannya di Nusantara.

Gambar 8. Aksara di P. Kalasan (sumber: anangpaser.wordpress.com)

Gambar 9. Aksara dari Prasasti Ratu Baka (Sumber: socrates.leidenuniv.nl, OD.7945)

Gambar 10. Prasasti Logam dari Plaosan Lor (Sumber: Griffiths, 2014)






[1] Rajan, Vinodh; Sharma, Shriramana, 2012
[2] F. D. K. Bosch dalam de Casparis, 1975, hal. 35
[3] De Casparis, 1975, hal. 35
[4] L. C. Damais, 1995, hal. 6
[5] Rajan, Vinodh; Sharma, Shriramana, 2012
[6] Kempers, 1978, hal 110
[7] Pandey, 2012, hal. 2
[8] Chaudhuri, 1998, hal. 72

 Referensi


Damais, L.C. (1995). Tulisan-tulisan asal India di Indonesia dan Asia Tenggara daratan. In L.C. Damais, EPIGRAFI DAN SEJARAH NUSANTARA: Pilihan Karangan Louis-Charles Damais (p. 6). Jakarta: EFEO.
de Casparis, J. (1975). Indonesian Palaeography: a History of Writing in Indonesia from the Beginning to c.A.D. 1500. Leiden/Kőln: E.J. Brill.
Griffiths, A. (2014). Written traces of the Buddhist past: Mantras and Dhāraṇīs in Indonesian inscriptions . Bulletin of the School of Oriental and African Studies, 77, pp 137-194. doi:10.1017/S0041977X14000056.
Bernet Kempers, A. J.  (1978).  Monumental Bali : introduction to Balinese archaeology : guide to the monuments.  Den Haag :  Van Goor
Pandey, Anshuman (2014-01-08). "N4294: Proposal to Encode the Siddham Script in ISO/IEC 10646". Working Group Document, ISO/IEC JTC1/SC2/WG2 and UTC. Diakses tanggal 5 November 2014.
Rajan, Vinodh; Sharma, Shriramana (2012-06-28). "L2/12-221: Comments on naming the "Siddham" encoding". Diakses tanggal 5 November 2014.
Chaudhuri, Saroj Kumar (1998). Siddham in China and Japan, Sino-Platonic papers No. 88
http://www.proel.org/index.php?pagina=alfabetos/siddham, Diakses tanggal 5 November 2014
http://www.omniglot.com/writing/siddham.htm,  Diakses tanggal 5 November 2014 




2 komentar:

  1. Bli, mau konsultasi donk.
    Sejak dulu saya belum benar-benar mengerti :

    Aksara Siddham itu sebenarnya sama gak sih dengan Aksara Nagari ?

    Apakah perbedaannya cuma sebatas perbedaan media penulisan
    yang mengakibatkan perbedaan ductus / typography
    ataukah kedua aksara ini memang berbeda ?

    Seperti Aksara Sunda Kuno yang ditulis pena di daun nipah
    berbeda dengan Aksara Sunda Kuno yang digores pisau di daun lontar.

    Kalau Aksara Siddham itu sama dengan Aksara Nagari,
    berarti Aksara Siddham itu orangtua Aksara Dewanagari
    karena Aksara Dewanagari adalah turunan Aksara Nagari.

    Menurut pemahaman saya selama ini :
    Aksara Siddham dan Aksara Dewanagari adalah anak-anak Aksara Nagari.

    Mohon pencerahannya, Bli.
    Haturnuhun pisan. :-)

    BalasHapus
  2. Salam, bro Bene. Menurut referensi yg saya baca, ada dua pendapat yg berbeda. de Casparis mengatakan bahwa aksara Nagari itu diturunkan atau berasal dari aksara Siddham, namun Damais berpendapat berbeda. Damais bilang, Siddham itu tidak berkembang lagi, namun membeku. Saya sptnya lbh setuju dgn Damais :)

    Menurut 'chart' yg pernah sy lihat, memang aksara Nagari dan siddham ini berasal dari aksara Gupta.

    Mengenai media penulisan, aksara Siddham dipahat di batu, ditulis kertas, dicetak di lonceng (logam) dan juga tanah liat. Ductus itu menjadi permasalahan sendiri. Mungkin saja ductus di berbagai inskripsi/dokumen memang berbeda2.

    Namun, beberapa gambar yg pnh sy lihat di internet, org Jepang melestarikan kebakuan untuk urutan penulisan (ductus) aksara Siddham, kok. Mereka terbiasa dgn aturan2 seperti ini.

    Aksara Nagari, munculnya belakangan. Kl tdk salah, ya di atas abad ke-10.

    Jadi, saya simpulkan pendapat saya:
    Ahli memiliki pendapat yg berbeda atas perkembangan aksara Nagari. Walaupun aksara Siddham lebih dulu muncul daripada Nagari, tidak dapat dikatakan bahwa Siddham menurunkan Nagari. Aksara Siddham dan Nagari memang berasal dr induk aksara yg sama, namun kedua aksara ini berkembang dgn jln masing-masing walaupun bisa jadi saling mempengaruhi.


    Mudah2an bisas dipahami ya. Mungkin perlu diskusi lbh lanjt ni. :)

    BalasHapus