Rabu, 11 Februari 2015

Pamada, Mengapa Jadi Mangajapa?


Pamada adalah sebuah karakter dalam sistem penulisan aksara Bali. Karakter ini dibentuk dari empat buah karakter lainnya, yaitu gantungan ‘ma’, akṣara lagna ‘nga’gantungan ‘ja’, dan gempelan ‘pa’ [1]. Sehingga karakter ini juga disebut dengan mangajapa, yang berarti permohonan supaya tiada halangan dalam pekerjaan. Jika dibandingkan, fungsi karakter ini sama dengan carik pareren. Namun, penggunaan pamada terbatas hanya untuk teks-teks kekawin dan parwa
Pamada memiliki dua fungsi. Yang pertama sebagai tanda permulaan suatu kakawin atau parwa (disebut panti) dan yang kedua sebagai tanda untuk mengakhirinya (disebut pamada). Pamada juga dapat dimodifikasi menjadi carik agung/pesalinan jika difungsikan untuk mengakhiri kakawin dan pergantian wirama[2].

Gambar 1. Carik Agung dibuat dengan font Bali Simbar-B

Perkembangan bentuk pamada mengiringi perkembangan bentuk aksara Bali lainnya. Namun, di berbagai naskah bentuknya berbeda-beda. Perbedaannya disebabkan oleh evolusi dari zaman ke zaman. Bentuk pamada di prasasti Bali Kuna awal, sangat sederhana. Yaitu dua garis vertikal dan dicoret tengahnya oleh sebuah garis horisontal. Belakangan di prasasti logam abad ke-11 ke atas, bentuk pamada makin dekoratif. Terjadi perubahan di garis vertikal, horizontal, dan ada juga penambahan bentuk lain. Garis vertikal di sebelah kiri di modifikasi menyerupai bentuk “m”. Modifikasi ini membuat bentuk garis menyerupai aksara “nga” dan ada juga yang mirip angka Kawi “2”. Garis vertikal terkadang dibuat menyerupai pasangan “ra” atau bahkan hanya menyerupai tanda koma (,). 
Gambar 2. Bentuk Pamada dari Masa ke Masa

Tidak bisa dielakkan, komputerisasi aksara Bali berperan penting dalam standarisasi aksara dewasa ini. Namun, pemaknaan pamada dibentuk dari gabungan karakter-karakter lain perlu dikaji. Sehingga perlu dilihat perkembangan aksaranya dari masa ke masa. Bentuk-bentuk awal pamada sangat jauh dari gabungan karakter-karakter yang disebut di atas. Saya menduga bahwa pemaknaan pamada sebagai karakter gabungan adalah sebuah pemikiran baru. Selain itu, pengkajian lebih lanjut juga diperlukan untuk memastikan apakah pemaknaan ini sudah ada pembakuannya di lontar-lontar kuna atau tidak.

‗‗‗‗‗‗

[1] Pedoman Pasang Aksara Bali, terdapat di  http://www.babadbali.com/aksarabali/pages/ pageview.htm diakses pada 2 Februari 2015.

 [2] Tinggen, N. 2004. Sejarah Perkembangan Pasang Aksara Bali. Singaraja. (tanpa penerbit)


Sumber Gambar

https://socrates.leidenuniv.nl/, prasasti Pura Kehen: OD-3878, prasasti Sading A: OD-3890, prasasti Tamblingan: OD-5495, dan prasasti Pura Abang C: OD-5504

Archive.org, Lontar Usana Bali 01 (https://archive.org/details/usana-bali-01), Lontar Paparikan Arjuna Wiwaha 02 (https://archive.org/details/paparikan-arjuna-wiwaha-02)

Goris, R.  1954.  Inscripties voor Anak Wungcu.  Bandung:  Lembaga Bahasa dan Budaja Fakultet Sastra dan Filsafat Universitet Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar